Minda Rakyat
BEBERAPA waktu lalu, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dengan tegas mengatakan bahwa kesabaran mereka ada batasnya. Pernyataan keras ini disampaikan terkait pendudukan Lahad Datu di Sabah oleh hampir 200 orang dari Kesultanan Sulu.
"Jangan menguji kesabaran kami, kesabaran kami telah mencapai batasnya," kata Razak, seperti dikutip dari Bernama.
Kesabaran Malaysia benar-benar diuji. Dua kali tenggat yang mereka berikan pada kelompok itu untuk segera hengkang diabaikan. Dua hari setelah batas waktu terakhir lewat, pasukan Malaysia akhirnya menggempur mereka di Desa Tanduo.
Raja Muda Agbimuddin Kiram, pemimpin pasukan Sulu yang menduduki desa itu dan adik Sultan Sulu, mengatakan pada sebuah wawancara dengan Radio dzBB di Filipina, Jumat pagi, 1 Maret 2013, bahwa pasukan Malaysia tengah mendekat--dari sebelumnya berada di jarak 500 meter kini berada di 300 meter.
"Mereka tiba-tiba menyerang, kami harus mempertahankan diri kami," kata Agbimuddin sebagaimana dilansir GMA News. Ditanya kapan pasukan Malaysia masuk dan menyerang, dia mengatakan, "Saat ini."
Dalam wawancara langsung di radio tersebut, sayup-sayup terdengar suara tembakan. Wawancara pertama terputus. Pada wawancara kedua, Agbimuddin mengatakan mendapat laporan beberapa orangnya terluka. Namun, dia kukuh mengatakan tidak akan mundur dan bakal tetap melawan.
Menurut saksi mata, baku tembak hebat berlangsung selama satu jam di wilayah tersebut. Usai itu senyap.
Sebuah stasiun sasiun radio gelombang pendek di Kota Kinabalu mengabarkan bahwa sepasukan keamanan Malaysia dengan perangkat tempur lengkap tengah menuju Tanduo.
Tak lama kemudian, saksi mata di dekat lokasi mengatakan bahwa pasukan Malaysia mulai mengevakuasi tentara mereka yang terluka dalam pertempuran tadi.
Menurut juru bicara Kesultanan Sulu, Abraham Idjirani, 10 orang dari pihak mereka tewas dalam penyerangan tersebut. Empat lainnya terluka. Namun, dia menegaskan bahwa Agbimuddin masih bertahan di lokasi dan akan terus berjuang.
Simpang siur
Informasi dari pemerintah Malaysia soal insiden ini masih simpang siur, bahkan bertentangan satu sama lain.
Di akun Twitter-nya, Menteri Dalam Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein sebagaimana dilansir Inquirer mengatakan tidak ada apa yang disebut sebagai "serangan oleh pasukan Malaysia" itu. Yang ada, kata dia, pasukan Malaysia lah yang diserang orang-orang Sulu.
"Saya konfirmasikan bahwa pasukan kami tidak menembak sama sekali, bahkan kami yang ditembaki pada pukul 10 pagi ini." kata Hishammuddin.
Komentarnya ini diamini oleh pemerintah Filipina yang mengatakan bahwa Malaysia hanya melepaskan tembakan peringatan. "Ada tembakan peringatan, bukan baku tembak. Tidak ada korban tewas," kata juru bicara Presiden Benigno Aquino, Abigail Valte.
Namun kemudian muncul pernyataan Duta Besar Malaysia untuk Filipina, Zamri Kassim, yang bertentangan. Kepada Menteri Luar Negeri Filipina, Albert del Rosario, Kassim mengatakan ada tiga orang yang tewas. Dua di antaranya polisi Malaysia. Seorang lagi adalah pemilik rumah tempat komplotan Agbimuddin tinggal.
Dia juga mengatakan bahwa pasukan Malaysia berhasil mengusir kelompok Sulu itu ke laut. Dari antara mereka, 10 orang ditangkap. Nasib Agbimuddin tidak jelas.
Saling berbantahan pun dimulai.
Idjirani dari Kesultanan Sulu mengatakan bahwa pasukan mereka masih bertahan di Sabah. Dia bahkan mengatakan telah berbicara dengan Kiram. "Saya tanya padanya, berapa orang yang mati syahid. Dia mengatakan 10. Saya tanya berapa yang terluka, dia bilang empat. Mereka tidak akan pergi. Pertempuran akan terus berlanjut," kata Idjirani.
Klaim nenek moyang
Ratusan orang Kesultanan Sulu datang melalui laut ke wilayah Lahad Datu dan menduduki Desa Tanduo lebih dari dua pekan lalu.
Mereka yang datang adalah kelompok yang merasa dirugikan oleh kesepakatan damai antara pemerintah Filipina dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di Kepulauan Mindanao. Dalam kesepakatan tersebut, Filipina menyebut daerah itu sebagai wilayah otonomi Bangsa Moro dan memberikan sebagian besar wilayah untuk dikelola secara independen.
Kesultanan pimpinan Jamalul Kiram sebelumnya menguasai wilayah Sulu di Mindanao. Namun, menurut perjanjian antara MILF dan pemerintah, Sulu diberikan kepada pemerintahan yang baru. Mereka tidak mendapat jatah lahan. Akhirnya, kesultanan ini berniat merebut "wilayah mereka" di tempat yang lain, yaitu di Sabah, Malaysia.
Didasarkan atas sejarah dan dokumen-dokumen yang ada, mereka meyakini bahkan pemerintah Malaysia membayar sewa pada mereka.
Pekan lalu Idjirani menunjukkan beberapa dokumen yang menunjukkan klaim Sulu atas Sabah. Dia juga menyertakan selembar cek senilai 69.700 peso atau hanya sekitar Rp16,6 juta, sebagai pembayaran sewa Sabah dari Malaysia.
Wilayah Sabah dulu dikuasai oleh Kesultanan Sulu setelah diberikan oleh Sultan Brunei sebagai balas jasa atas bantuan Sulu mengatasi pemberontak. Pada tahun 1878, Sulu menyewakan wilayah Sabah pada perusahaan British North Company milik Inggris yang saat itu menjajah Malaysia.
Saat Malaysia merdeka tahun 1963, sewa Sabah dialihkan dari pemerintah Inggris ke Malaysia. Pada tahun 1962, Kesultanan Sulu memberikan mandat pada Presiden Filipina Diosdado Macapagal untuk melakukan negosiasi terkait wilayah Sabah.
Sejak saat itu disepakati, Kuala Lumpur harus membayar sewa tahunan sebesar 5.300 ringgit atau setara 69.700 peso kepada pewaris tahta Kesultanan Sulu.
Namun, kata Idjirani, pada tahun 1989 peran Filipina untuk bernegosiasi atas nama Sulu dicabut oleh Sultan Jamalul Kiram III. Dia mengatakan, pemerintah Malaysia tidak ingin isu ini dibesar-besarkan, karena "yang diberikan kepada Malaysia bukanlah status berdaulat".
Dia juga menunjukkan dokumen pembayaran senilai 73,040.77 peso (Rp17,4 juta) kepada Kiram pada 16 April 2003 sebagai pembayaran sewa pada pewaris Kesultanan Sulu untuk tahun 2002.
Bantahan Filipina
Belum ada pernyataan Malaysia soal klaim Sulu tersebut. Sementara itu, pemerintah Filipina membentuk tim khusus untuk menyelidiki akar permasalahan ini.
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut, nasab Sultan Sulu saat ini, Jamalul Kiram III, diragukan. Hal ini dipaparkan oleh Presiden Filipina Benigno Aquino, Kamis kemarin. Menurut dia, pemimpin Sulu saat ini bukanlah keturunan langsung Sultan Sulu yang diakui Filipina pada 1974, yaitu Esmail Kiram I. Jamalul Kiram III memiliki garis keturunan yang jauh dari tahta kesultanan.
"Inilah pertanyaan yang pertama kali muncul, siapa yang seharusnya mewakili Kesultanan Sulu?" kata Aquino.
Sewa Sabah
Pemerintah Filipina juga tengah mempelajari dua dokumen mengenai sewa Sabah dari Kesultanan Sulu oleh perusahaan British North Borneo Co. pada tahun 1878 yang kemudian diambil alih Malaysia di tahun 1960an.
Dalam insiden sekarang ini, Filipina mendukung posisi Malaysia, mendesak orang Sulu untuk hengkang dari Sabah dan memulai negosiasi damai. Bahkan, Aquino mengancam akan menyeret kelompok itu ke pengadilan dengan ancaman penjara 12 tahun jika tidak segera pulang.
Sultan Jamalul Kiram III tak ayal geram atas sikap sang Presiden Filipina. "Seharusnya dia membantu, bukannya malah menggugat kami," katanya, naik pitam. (IH/Vivanews)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan