Neelain Muhammad: Mengajarkan Tauhid di Gereja

Neelain Muhammad: Mengajarkan Tauhid di Gereja
Naeelain Muhammad
REPUBLIKA.CO.ID, GEORGIA: Suatu hari, dalam sebuah kereta bawah tanah, seorang anak berusia 14 tahun bernama Neelain Muhammad bertemu pria kulit hitam. “Ucapkan syahadatmu, ucapkan syahadatmu!“ ujar pria yang berasal dari Nation of Islam itu, sedikit memaksa. Neelain pun langsung menghindar dan menjauhi pria itu.

Sejak itulah, Neelain mulai mengenal Islam. Pada waktu itu, kata dia, kelompok Muslim kulit hitam di Amerika yang tergabung dalam Nation of Islam amat gencar memperkenalkan Islam. “Mereka ada di mana-mana seperti semut," ujarnya dalam sebuah acara televisi bertajuk The Deen Show.

Dari pengalamannya bertemu pria kulit hitam yang memintanya mengucap syahadat, dia juga mulai tahu bahwa memakan daging babi dilarang oleh ajaran Islam. Uniknya, sejak mengetahui informasi itu, Neelain tak mau lagi mengonsumsi daging babi.

Neelain akhirnya bergabung dengan Nation of Islam. Ia bahkan sempat menjadi letnan di organisasi tersebut. Ia bertugas menyebarkan ajaran kelompoknya kepada orang-orang negro yang ditemuinya. Di organisasi itu pula, ia mempelajari Islam.

Neelain mengaku bahwa Yesus bukanlah Tuhan seperti yang selama ini diajarkan keluarganya. Bagi dia, Yesus adalah seorang Nabi yang diutus Allah untuk menyampaikan kebenaran kepada umatnya. Yesus tidak pernah diminta untuk disembah sebagai Tuhan dan Yesus tidak pernah datang untuk membersihkan dosa manusia.

“Karena setiap manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Baik atau buruk yang mereka lakukan bergantung pada perilaku mereka sendiri,“ kata salah seorang pengawal pribadi Muhammad Ali ini.

Di kemudian hari, menyadari kiprah Nation of Islam tak lagi sesuai dengan syariat, Neelain memutuskan untuk mundur.

***

Setelah menjadi Muslim dan berkeluarga, Neelain Muhammad berkunjung ke rumah orang tuanya di Georgia, Amerika Serikat. Istri dan anak perempuannya juga ikut berlibur. Putri Neelain yang bernama Jasmin akrab bermain bersama sepupunya.

Ketika bermain, mereka berargumen tentang Tuhan. “Yesus adalah Tuhan,“ ujar salah seorang sepupu Jasmin.

“Bukan, dia bukan Tuhan. Allah adalah Tuhan, satu-satunya Tuhan,“ sanggah Jasmin.

Mereka memperdebatkan hal itu dengan saling beradu argumen. Bahkan, sampai di meja makan, mereka bertanya, “Siapakah Tuhan yang sebenarnya, Ayah? Yesus atau Allah?
Aku mengatakan kepada mereka (sepupu-sepupu), Allah adalah Tuhan,“ ungkap Jasmin.

Mendengar hal tersebut, istri Neelain menyikut suaminya agar tidak merusak suasana di meja makan. Maklum saja, sebagian besar keluarga Neelain adalah penganut Katolik yang taat.
Untuk memuaskan hati anaknya, Neelain hanya berkata singkat, “Ya, Allahlah Tuhan.“

Ayah Neelain yang juga berada di ruang makan itu merasa kecewa. Ia merasa Neelain telah mengajarkan sesuatu yang salah dan menyimpang dari ajaran Kristen kepada cucunya, meskipun ia tahu Neelain telah memeluk Islam.

Keesokan harinya, ayah Neelain mengajar kelas minggu di gereja. Neelain ingin sekali datang ke gereja dan mengikuti kelas tersebut. Namun, kedua orang tuanya tidak mengundangnya ke sana karena ia memakai gamis dan peci. Ibu Neelain menyuruhnya agar ganti pakaian terlebih dahulu bila ingin datang ke gereja, namun Neelain menolak.

Akhirnya, kedua orang tua Neelain meninggalkannya dan ia berangkat sendirian. Gereja tempat ayahnya bekerja terletak tidak jauh dari rumah orang tua Neelain. Ia pergi ke sana sendirian. Ketika ia membuka pintu gereja, seluruh mata di dalamnya memandang kedatangan Neelain. Terlebih lagi, pada pakaian yang dikenakannya.

“Bagi mereka, pakaian tersebut terlihat lucu,“ ujar Neelain.

Seorang wanita yang juga mengajar kelas minggu mengajaknya masuk dan ikut dalam satu kelompok besar. Ayahnya mengajar di kelompok lain. Ketika itu, mereka mendiskusikan tentang Nabi Musa.

Seorang pria meminta dia untuk mendekatinya. Pria itu berusia sekitar 60-70 tahun. Pria itu sangat terkesan dengan jawaban dan penjelasan Neelain tentang Nabi Musa.

“Dari mana Anda mempelajari semua itu?“ tanya pria tua itu.

“Saya mempelajarinya dari Alquran,“ jawab Neelain.

Lalu, pria itu mengajaknya menjadi pembicara di gereja pada hari itu. Setelah menjadi pembicara, ia pulang ke rumah. Kedua orang tuanya telah terlebih dahulu pulang. Ia tidak menyangka sambutan yang diberikan keluarganya akan begitu meriah.
Mereka bertepuk tangan dan memberikan selamat kepada Neelain. Sang ibu memeluknya dan ayahnya mengaku bangga.

Sejak saat itu, ia berusaha mengajarkan tauhid kepada ayahnya. Perlahan-lahan, ayahnya pun mulai menerima konsep satu Tuhan sebelum ajal menjemput. Namun, ketika Neeilan memberi tahu tentang Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, sang ayah menolak hal tersebut.

Setelah ayahnya meninggal, ia berusaha mengajarkan hal itu kepada ibunya. “Saya berusaha sekeras mungkin untuk mengajarkan konsep ini kepada ibu saya. Semoga ia dapat memahaminya."

Dimuat di Republika cetak edisi sabtu dengan judul sama.

Redaktur: Siwi Tri Puji B
Reporter: c02


STMIK AMIKOM

Tiada ulasan:

Catat Ulasan