IRT
Tak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang wanita selain memiliki anak. Hal ini pula yang dirasakan seorang wanita asal Inggris, Katyia Rowe. Ia sangat gembira ketika mengetahui dirinya tengah berbadan dua pada March tahun lalu.
"Pemindaian pertama saat usia kandungan tiga bulan bagus. Ketika melihat bayi kami di layar untuk pertama kalinya, kami langsung jatuh cinta. Sejauh yang kami tahu segala sesuatunya sempurna," ucapnya.
Namun, kegembiraan itu tak bertahan lama. Saat usia kandungan Rowe menginjak 20 minggu, hasil pemindaian menunjukkan adanya komplikasi. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, dokter mengatakan bahwa otak bayi tidak terbentuk dengan baik dan akan mengalami cacat berat.Khabar ini diperburuk dengan pernyataan salah seorang ahli di Birmingham Children's Hospital bahwa bayi Rowe tidak akan boleh berjalan atau pun berbicara dan memerlukan perawatan 24 jam.
Seperti ibu lainnya, Rowe sempat terkejut. Ia bahkan ditawari menggugurkan bayinya saat usia kandungan mencapai 24 minggu.
Meski mendapat prognosis yang buruk, Rowe berkesempatan melihat janinnya lewat pemindaian 3D real time. Saat itulah, Rowe sangat terkejut melihat bayinya tersenyum, meniup gelembung, menendang dan bahkan melambaikan tangannya.
"Pemindaian lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana cacat yang dialaminya, tapi ketika saya melihatnya tersenyum dan bermain di dalam saya, saya tahu saya tidak boleh mengakhiri hidupnya," ujarnya.
"Saya diberitahu dia tidak akan pernah berjalan atau berbicara, namun hasil pemindaian menunjukkan dia terus menggeliat dan bergerak."
Rowe memutuskan untuk mempertahankan bayi yang berada di dalam rahimnya. Ia menilai, sang buah hati tak ada bedanya dengan bayi lain saat melihatnya di dalam kandungan.
"Ia masih menunjukkan kualiti hidup dan adalah tugas saya sebagai seorang ibu untuk melindunginya," ujar Rowe.
Rowe diberitahu jika anaknya lahir selamat, ia harus merawatnya 24 jam selama hidupnya. Namun Rowe tak peduli. Ia justru mempersiapkan diri dengan mencari informasi tentang cacat yang dialami sang buah hati.
"Seiring pertumbuhannya, saya bisa melihat kaki dan tangan kecilnya mendorong perut saya ketika ia menggeliat," katanya.
Karena cacat yang dialaminya, bayi tidak bisa menelan cairan ketuban. Ini artinya Rowe harus menjalani draining procedure yang menyakitkan selama sembilan pekan terakhir masa kehamilannya.
"Ini adalah perjuangan susah payah dan saya tahu beberapa orang mempertanyakan apakah cukup layak menempatkan diri saya melalui semua ini demi bayi cacat berat yang tidak bisa hidup lama," ujar wanita berusia 26 tahun tersebut.
"Namun saya tidak pernah berpikir demikian. Sebagai ibu, Anda akan melakukan segalanya demi anak. Dan bagi saya, tugas menjadi ibu sudah dimulai ketika hamil."
Rowe melahirkan pada 23 Oktober 2012. Sang bayi langsung dilarikan ke ruang perawatan khusus guna mengetahui keadaannya lebih lanjut.
Namun beberapa jam kemudian, Rowe diberitahu bahwa hidup anaknya hanya tinggal beberapa minit. Bayi yang diberi nama Lucian itu akhirnya meninggal di pangkuan sang ibunda. Lucian juga sempat bertemu dengan datuk neneknya sebelum menghembuskan nafas terakhir.
"Sebuah kehormatan besar menjadi ibunya selama sembilan bulan terakhir. Terserah dia sekarang jika ia siap untuk pergi," ucapnya.
Rowe mengaku tak menyesal mengandung dan melahirkan Lucian. Ia menilai, sang buah hati pantas menikmati hidup meski singkat.
"Cinta dan sukacita yang saya rasakan saat mereka menempatkan Lucian dalam pelukan saya membuat saya berpikir semuanya tidak sia-sia," ujar Rowe.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan